
Ruang Jeda
Sebuah ruang untuk menumpahkan apresiasi di sela himpitan hari
And the Story Goes........

Kembali Pulang, Haruskah?
kamu tahu, terkadang aku masih ingin menulis
tentang peraduan mentari
atau tentang angin di antara ilalang
juga kamu
aku masih disini
mataku sibuk mencari cara untuk kembali
ke ruang waktu yang tak berujung
atau kesudut bibir merah jambumu
lalu, dimanakah senyuman itu?
apakah ia menguap lenyap bersama kabut?
atau membusuk seperti daun yang berguguran?
hujan kali ini jatuh untukmu
aneh rasanya jika yang ada hanyalah sepotong hujan
saat nafas - nafas ini segera pulang
serupa pinta, aku berkata
"bantu aku pergi, dari sepi"
--
Tentang Rindu Paling Baka II

Do'a di Balik Jendela
Simfoni Pagi
Tentang Rindu Paling Baka

Pada sudut ruang terdapat sebuah gambar usang, lusuh tergeletak bertabur kotoran waktu. Gambar tentang sepasang mata, mata bulat yang menatap angkasa disertai kulai rambut nakal tertiup angin, juga sebuah senyuman.
Aku tidak berani menyentuhnya, atau sekadar untuk menegakkan sandarannya. Hanya sesekali mencuri waktu untuk memandangnya, menikmati indahnya, diiringi desir angin yang melewati rongga jendela.
Sajak Sandal Jepit
satu orang teriak syahdu
satu orang teriak sendu
satu orang teriak merdu
serempak teriak “AKU”
semua pakai sandal jepit
supaya bisa mengimpit
meski sebelumnya mengambang di parit
bikin yang lihat mengernyit, sambil berjinjit
putih, hitam, merah, kuning, hijau, biru
akhirnya jadi abu-abu
terjepit celah sempit
menjerit-jerit
untukku, untukmu, atau untuk-Mu?

Rerupa Niskala
tercium harum sesaat, kemudian pudar
aku tersentak, angin mencurinya hanya sekejap
suara - suara jengah, kelakar kesenyapan
lelah menerjemahkan cerita malam, cinta dan kepalsuan
yang tertuang dan berulang, ketakutan atau keberanian?
satu jam lewat tengah malam, berteman nyanyian angin
nokturnal hadir, penghiburan atau mungkin pengasingan
berjalan menyusuri lorong seberang, menjelma rerupa niskala
di tengahnya terdapat sepetak rumput
separuh berwarna cokelat, sisanya (masih) berwarna hijau
seperti ingatan anak kecil dalam catatan sejarah
bola mata mencari ruang, pada kelangkang langit yang semakin karam dalam hitam
Lipatan Hari
diam-diam kutulis beberapa bait mimpi
kulipat perlahan dan kubuat pesawat kertas
kutitipkan pada sejuk angin dini hari
terbang bersama kekupu diiringi aroma embun
juga gumpalan kabut
sebagian putih, sebagian lagi kelabu
ketika senja tiba, ia kembali
melebur lelah guratan resah, menjadi serupa kisah
pada tubuh suci seorang bidadari
tersusun sempurna
pada dinding yang mungkin kita hindari
menjelang redup remang sang malam
ia menjadi sebuah romansa
bercerita tentang rerintik cahaya, juga kita
mengeja sebaris aksara do'a
atas cinta, dan keindahan beribu bunga
Elegi : Feel The Rain
barangkali gerimis ini air mataku
membawa gigil hening malam semakin kuyup
menakar satu per satu detik yang terbuang
semakin tenggelam dalam diam
mungkin ini sesuatu, atau bukan apa-apa
yang enggan dan tak ingin di jelaskan oleh kata
dinding-dinding pun menepi, hingga pagi mengabut lagi
sepi, mengabadi di sini
jauh tertinggal pada bentang waktu
terdapat melankolia samar di ujung bibir
menahan buncah tadah hujan
pada ruang sunyi yang ku ciptakan sendiri
hari ini, kenangan membenamkan tubuhnya
di dada sebelah kiri yang pernah terluka
dan dengan perlahan kukatakan
"hujan, aku telah menerimamu dalam segala jelma"

Fragmen Pagi
Ada sinar jingga berbalut tulus
Turun dalam wujud rerupa dewi pelangi
Membawa tujuh warna kesejukan kepada dunia
Luluhlah aku dalam kehangatan
Tempias mimpi sudah tak kuasa menahan rindu
Tersadar, oleh lembut sentuhan surgawi yang begitu lekat
Membuai ruh yang terlelap oleh sesisa malam
Lalu sesekali kubisikan sebuah tanya secara perlahan
“Adakah aku pada jendela hatimu?”
Engkau pun tersipu, setipis embun yang beranjak lalu
Hembusanmu menyibak tanya
Tepat diantara kedua mataku
: Selamat datang pagiku
Sebingkai Keindahan
Melodi Seruling Rindu
Pada pena yang kucuri dari pucuk pinus belantara kabut
Engkau hadir, dan menuliskan nama
Tepat diatas uluh hati
Hingga darah dari nadiku
Melukiskan senyumu
Lalu, sebatang bambu menunjuk sang bayu
jemarinya menyusur notasi retakan hari
Menari antara lingkar nada merdu
Menjadi simfoni sebuah melodi
: Kidung kinanti
Syair asmara tak henti mengetuk ufuk nurani
Pun waktu bersenggama dalam sebuah lagu
Di timur cakrawala, meretas arti sebuah janji
Memancarkan sinar pada terbit mentari
Kita bertemu, membawa sepasang rindu
--
Ruang Jeda, 27 Mei
Karya : Furi Cahya Purnama
Ingatan Taman Hati
Sesisa sudut bayang sepasang mata
Pada ungu lavender atau putih kenanga
Mewarnai bening derai embun
Semerbak sejuk dari balik hangat pelukan mentari
Tarian kupu mengantar serbuk merah jambu
Yang diatasnya terdapat putik rindu
Sedang menghapus jejak kelabu
Detak waktu mengalun nada-nada merdu
Mengisi melodi hening lelap terbuai syahdu
Batas ruang menjadi sebuah alasan
Bagi kerinduan untuk singgah pada hari
Ketika engkau terhalang waktu
Juga mimpi nyataku
--
Ruang Jeda, 25 Mei
Selamat Datang Adikku
Saat ini mungkin sebuah euforia untukmu, jubah hitam berhias emas, bunga-bunga dirangkai indah dalam balutan pita merah jambu, sebuah tanda kebesaran tingkatan akademis juga sebagai tanda luluhnya segala buku yang telah digeluti selama beberapa tahun. Mungkin benar jika ini adalah sebuah senja dari siangsiang mu yang kemarin engkau habiskan dengan mereguk intisari ilmu yang disajikan hari demi hari. Namun ingatlah, bahwa belajar tidak hanya berhenti sampai disini, mungkin disini adalah akhir dari sebuah akademi mini, dan diluar sana menanti akademi semesta yang sesungguhnya tanpa mengenal formalitas nilai.
Selamat datang di gerbang semesta, selamat datang di hari dimana tugas yang ada adalah tugas yang tidak bisa ditinggalkan, kehidupan yang sesungguhnya sedikit berbeda sayang, sekali engkau berpaling darimya maka ia akan segera meninggalkanmu. Di hari esok engkau akan melihat bahwa nilai yang sesungguhnya bukanlah sebuah angka atau beberapa huruf alphabet yang berjejer, nilai adalah bagaimana cara dirimu dalam memaknai sebuah hari, nilai tersebut akan menentukan dimana engkau akan berada, nilai juga yang akan menentukan warna apa yang akan engkau tuangkan dalam pelangi.
Kembang api yang yang memancarkan keindahan aneka warna dan menghias hitamnya malam jangan engkau maknai secara berlebihan, karena sesaat setelah gemerlapnya hilang semua akan kembali berpaling muka darinya, kecuali aku tentunya dan sebaris orang yang berada bersamaku yang selalu menyayangimu. Sekali lagi kuucapkan selamat, ini juga meruapakan bukti dari kerja kerasmu dalam membuktikan kepada dunia bahwa engkau mampu, semoga di dunia yang sesungguhnya dapat engkau lalui dengan sama gemilangnya seperti prestasi akademismu, atau harapanku tentunya engkau akan lebih bersinar lagi.
Selamat datang adikku.
Serupa mawar putih yang merekah di taman keabadian, semilir keindahan, keharuman, juga doa yang terselip diantara kelopaknya.